Peran Wanita Dalam Membina Keluarga (Bag. 1)

Kamis, 07 Januari 2010
Darussunnah Al-Islamy 07 Januari jam 6:15 Balas
Oleh: Syaikh Sholih Bin Al Fauzan Al Fauzan hafizhohullaah

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Dan Maha Penyayang.

Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah. Kita memuji-Nya, meminta pertolongan dan memohon ampunan kepada-Nya. Dan kita berlindung kepada Allah dari keburukan diri kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Siapa yang Allah beri hidayah, maka tiada yang dapat menyesatkannya. Dan siapa yang Allah sesatkan, maka tiada yang dapat memberinya hidayah. Dan aku bersaksi bahwa tiada sembahan yang haq melainkan Allah semata. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, semoga Allah mencurahkan sholawat dan salam kepadanya, dan kepada keluarganya, serta para sahabatnya.

Wa ba’du,

Pembicaraan kita berkaitan dengan wanita muslimah. Dan berbicara tentang wanita muslimah di waktu sekarang ini aku pandang cukup penting. Karena wanita di masyarakat kita sedang diserang secara membabi buta oleh musuh-musuh agama ini, di mana digulirkan apa yang disebut dengan “qodhiyyatu l mar`ah” atau “qodhooyaa l mar`ah” (problematika wanita -pent). Dan yang mereka maksud dengan istilah ini adalah mengeluarkan wanita dari kondisi/keadaan yang diinginkan oleh Allah terhadapnya.

Kita tidak pernah mengenal bahwa wanita memiliki problematika selain problematika umat wanita muslimah itu sendiri. Sesungguhnya kebodohan umat terhadap agama Islam ini dan kelemahan mereka dalam berpegang kepadanya adalah problematika umat dan wanita muslimah. Dan itulah yang akan kami upayakan untuk kami jelaskan dalam kuliah umum yang berjudul “peran wanita dan membina keluarga” ini. Namun kami memiliki beberapa komentar atas judul ini.

Pertama, seputar pengertian “tarbiyah”. Di mana yang kami maksud dengannya adalah makna luas dari pengertian “membina” dan segala sesuatu yang menjadi konsekwensinya seperti mengawasi keluarga dan menjaganya. Sehingga jangan sampai ada yang mengira bahwa tarbiyah itu hanya sekedar memperbaiki dan meluruskan akhlak. Ini adalah salah satu cakupan tarbiyah. Sedang tarbiyah untuk keluarga lebih luas lagi sisinya dari hal ini.

Kedua, boleh jadi dari judul ini akan dipahami bahwa wanita memiliki peran dalam membina keluarga akan tetapi peran itu adalah pekerjaan yang sekunder baginya. Padahal yang sebenarnya adalah bahwa pekerjaan wanita dalam membina keluarga itu adalah pekerjaannya yang paling utama sedang yang selainnya adalah pengecualian. Kalau judul kuliah umum ini adalah “peran wanita adalah membina keluarga”, maka itu lebih baik.

Tempat Wanita

Permasalahan ini membutuhkan penjelasan dan penerangan, maka kami katakan: sesungguhnya tempat yang wajar bagi wanita adalah di rumah dan di sanalah tempatnya bekerja. Ini adalah prinsip dasarnya. Dan inilah yang disokong oleh dalil-dalil syar’iy serta inilah logika fitrah yang dengannya wanita diciptakan.

Berkaitan dengan dalil-dalil syar’iy atas hal ini, maka nash-nash dan realitas-realitas konkret yang mendukungnya cukup banyak. Di antaranya:

1. Allah berfirman dengan mengarahkan perkataan kepada para ummahaatul mu`miniin:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ

“Dan menetaplah di rumah-rumah kalian” (Al Ahzab: 33).

Berkata Sayyid Quthb: “Dalam ayat ini terdapat isyarat halus bahwa hendaknya rumah itu menjadi tempat asal dalam kehidupan mereka. Dan rumah itu adalah sebagai “maqorrun” (tempat kediaman -pent). Sedang selain rumah adalah pengecualian sementara yang mereka tidak boleh menetap dan berdiam di situ kecuali untuk keperluan dan itupun hanya sekedarnya saja. (fii zhilaali l qur`aan 59, 5/28 cetakan kesepuluh, Asy Syuruq).

2.
لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ

“Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar’ (Ath Tholaaq: 1)

Ayat ini sekalipun berkaitan dengan wanita yang sedang menjalani masa iddah, namun para ulama mengatakan bahwa hukumnya tidak terkhususkan untuknya akan tetapi juga mencakup wanita yang lain. Penisbahan dalam “rumah kalian” atau “rumah mereka” (dalam dua ayat di atas -pent) padahal rumah itu biasanya adalah milik suami, itu adalah penisbahan yang menunjukkan penempatan, bukan pemilikan. Seolah, pada prinsipnya, rumah itu adalah tempat tinggal bagi wanita.

3. Dalam kisah-kisah para nabi ada pelajaran dan ibroh. Seperti kisah Musa dengan dua orang wanita:

وَلَمَّا وَرَدَ مَاء مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاء وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. (Q.S.28:23)
Hingga firman Allah:

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْراً فَمِنْ عِندِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ

Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. (Q.S.28:27)

Mari kita perhatikan pelajaran-pelajaran dalam ayat ini.

Musa mendapatkan para penggembala berada di sumber air dan di belakang mereka ada dua orang wanita yang menghalang-halangi kambing mereka agar tidak bercampur baur dengan kambing orang banyak itu. Musa bertanya kepada dua orang wanita itu, ada apa dengan kalian? Mengapa kalian tidak memberi minum kambing kalian bersama orang-orang itu?
Datanglah jawabannya: kami tidak dapat memberi minum sampai para penggembala itu memulangkan ternak mereka. Dua orang wanita ini memiliki ketakwaan dan sikap waro’ yang mencegah mereka untuk bercampur baur dengan para lelaki. Kemudian seolah ada pertanyaan lain muncul, apa yang menyebabkan kalian keluar? Lalu muncullah jawabannya secara langsung: dan ayah kami adalah orang tua yang sudah lanjut umurnya. Ada kebutuhan dan keperluan mendesak yang mengharuskan mereka untuk keluar. Dan walaupun mereka terpaksa untuk keluar, mereka tetap menjaga akhlak dan adab dengan tidak berbaur bersama para lelaki.

Kemudian ada pelajaran lain di mana salah seorang dari dua wanita itu berpikir bahwa sudah saatnya segala sesuatunya kembali pada keadaan semula (yaitu mereka tidak lagi keluar rumah untuk memberi minum ternak -pent).

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.

Syu’aib pun menerima solusi tersebut dan ia mengajukan tawaran kepada Musa:

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ

Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun..” (Q.S.28:27)
Musa pun menerima tawaran tersebut dan segala sesuatunya pun kembali wajar. Musa bekerja menggembalakan ternak, dan wanita itu pun menjadi seorang istri yang bekerja di rumah. Demikianlah Al Quran berkisah kepada kita dan sungguh dalam kisah-kisah mereka itu ada pelajaran berharga.
4. Sholat di masjid itu adalah amalan yang masyru’ bagi kaum lelaki dan merupakan salah satu amalan yang paling utama.Terlebih lagi sholat di masjid Rasulullah shollallahu’alayhiwasallam, dan bersama beliau. Meskipun demikian, Rasulullah shollallahu’alayhiwasallam memerintahkan para wanita untuk sholat di rumah. Dari istri Abi Humaid As Saa’idiy, bahwasanya ia datang kepada Rasulullah shollallahu’alayhiwasallam dan berkata: “Sesungguhnya aku suka sholat bersamamu”. Lalu beliau berkata: “Aku tahu bahwa engkau menyukai sholat bersamaku, akan tetapi sholatmu di sudut ruangan itu lebih baik daripada sholatmu di kamar. Dan sholatmu di kamar itu lebih baik daripada sholatmu di dalam rumah. Dan sholatmu di dalam rumah itu lebih baik dari sholatmu di masjid kaummu. Dan sholatmu di masjid kaummu itu lebih baik daripada sholatmu di masjidku”. Lalu istri Abi Humaid ini pun menyuruh dibuatkan untuknya sebuah tempat sholat di tempat paling dalam dan gelap di rumahnya. Dan ia pun sholat di situ sampai akhir hayatnya. (Hadis ini dikeluarkan oleh Ahmad 6/371 dan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya 3/95. Hadis ini hasan. Lihat “haasyiyatu l a’zhomi ‘alaa shohiih ibni khuzaimah).

Selengkapnya: http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/muslimah/peran-wanita-dalam-membina-keluarga-bag-1/

Tabligh Akbar Islam Membawa Kedamaiaan Bukan Teror

Sabtu, 22 Agustus 2009

Tabligh Akbar Islam Membawa Kedamaiaan Bukan Teror

August 18th, 2009

Telah berlalu gencar-gencarnya pemberitaan mengenai penangkapan teroris di berbagai daerah yang kembali mengingatkan pada kita semua bahwa ternyata di Indonesia masih ada orang-orang dungu yang hanya bisa membuat onar dan menyebarkan fitnah. Mereka memiliki pemahaman yang salah dengan memaknai arti jihad yang mulia dalam bentuk melakukan teror bom di berbagai tempat. Yang pada akhirnya hal tersebut mengakibatkan jeleknya citra agama Islam baik di kalangan orang kafir ataupun di mata orang Islam sendiri yang masih awam.

Semoga dengan mendengarkan kajian berikut ini kita dapat mengetahui betapa indahnya syariat agama Islam yang murni dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam.

Kajian berikut di upload oleh http://problemamuslim.wordpress.com/

Kutipan jalannya acara:

Alhamdulillah tabligh akbar yang bertema “Islam Membawa Kedamaian Bukan Teror” berjalan dengan lancar. Dalam acara ini dibawakan ringkasan buku karya Ustadz Dzulqarnain yang berjudul “Meraih Kemuliaan Melalui Jihad, Bukan Kenistaan”.

Kami ucapkan syukur kami kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan kami juga berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) yg telah memberikan izin kepada kami untuk menggunakan masjid sebagai tempat Tabligh akbar dalam hal ini Gubernur PTIK yth. Bpk Irjen.Pol Drs Soeprapto, setelah itu kami juga mengucapan terimakasih dan apresiasi yg sebesar-besarnya pula kepada Menteri Kehutanan R.I Dr.H M.S Kaban yg telah memberikan kata sambutan dan tidak pula lupa kami ucapkan terimakasih kepada Ketua Masjid Darul-Ilmi PTIK Brigjen.Pol. Dr. Muhammad Said Saille M.Si yg telah mensupport terselenggaranya acara ini dan kami juga ucapkan terimakasih yg sebesar2nya kepada DKM Masjid Darul Ilmi PTIK yg telah menata kesiapan masjid dengan sangat bagus. Serta kepada admin Radio Syiarsunnah Jogjakarta yang membantu Kami untuk menyiarkannya secara LIVE Broadcast.

Acara baru dimulai sekitar pukul 9.45, dibuka dengan kata sambutan dari jajaran pemerintahan yg diwakili oleh menteri kehutanan RI Bpk M.S. Kaban hingga pukul 9.55, kemudian setelah itu Ustadz Dzulqarnain mulai memberikan materi sampai dengan pukul 11.45. Dibuka juga tanya jawab.

Setelah itu panitia dikejutkan dengan pemberian buku gratis sebanyak 500 buah buku “Meraih Kemuliaan Melalui Jihad Bukan Kenistaan” karya Ust. Dzulqarnain yg diberikan oleh bapak M.S Kaban kepada para hadirin. Alhamdulillah.

Izinkanlah pula kami selaku panitia acara, meminta ma’af dengan segala kekurangan-kekurang an yang ada dalam acara ini. Bagi yang tidak hadir bisa mengunduh buku tersebut secara gratis di web http://www.jihadbukankenistaan. com Dan untuk mengunduh rekaman audionya, di link berikut http://problemamuslim.wordpress.com/

[SND] Tabligh_Akbar_Islam_Membawa_Kedamaiaan_Bukan_Teror_AlUstadzDzulqarnain1.mp3    13M
[SND] Tabligh_Akbar_Islam_Membawa_Kedamaiaan_Bukan_Teror_AlUstadzDzulqarnain_FAQ.mp3 2.1M
[SND] Tabligh_Akbar_Pembukaan_MS_Kaban.mp3
Minggu, 03 Mei 2009


TAUHID



AWAS BAHAYA SYIRIK
Kesyirikan Telah mereka dimana-mana bagaikan jamur di musim hujan,mulai dari desa sampai ke kota,Kesyirikan merebak disekitar kita dengan macam dan sampul yang berbeda.
Namun Hakekatnya adalah satu,yaitu mempersekutukan Allah dalam Ibadah,dan rububiyyah-nya. Mulai dari Praktek Ngalap (mencari berkah dari pohon,benda-benda "bertuah",keris,mencari rezeki dari Jin di gunung lawu,mendatangi dukun (seperti ponari),penampakan makhluk halus,menggunakan jimat atau rajah-rajah,percaya kepada tathoyyur (primbon),praktek horoskop 'ramal nasib)pengajaran ilmu kekebalan atau kebatinan,istigoshah akbar (meminta pertolongan dikala susah) kepada syaikh abdul Qadir jaelani,Sembelih hewan untuk nyi roro kidul,lempar sesajen ke laut,potong sapi untuk mayit dikala kematian,memasang pisang di kala akan memasang atap rumah ketika membangun dan sederet bentuk kesyirikan lainya.
Traisnya lagi,kesyirikan-kesyirikan seperti ini semakin laris dan tersebar dikalangan orang-orang jahil dikalangan kaum muslimin,akibat bantuan perusahaan pertelevisian dan media massa lainya demi meraup untung yang sebesar-besarnya,walaupun merusak aqidah dan iman umat.
Semua ini akan dipertanggung jawabkan oleh para pemilik perusahaan tersebut jika mereka tidak segera bertaubat kepada Allah- Azza wa jalla,Demi Allah, merusak AQIDAH dan IMAN orang bukanlahperkara ringan; mereka harus,mempertanggung jawabkan di padang mahsyar !!
Orang yang mempersekutukan Allah dengan makhluk dalam beribadah,dengan artian selain ia beribadah seperti berdoa,dan meminta kepada Allah,Maka si musyrik juga beribadah kepada selain Allah,maka dosa syiriknya tak akan diampuni oleh Allah Azza wa jalla.
Allah Azza wa jalla berfirman,Q.s An-Nisa:116
" Sesungguhnya Allah TIDAK MENGAMPUNI dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan dia,dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendakinya.Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah maka sesungguhnya ia telah tersesat sejuauh-jauhnya."
Ayat dia atas menunjukkan betapa besarnya dosa SYIRIK ini,hingga Allah tidak mau mengampuninya.Padahal Allah ta'ala maha pengampun yang sangat luas,rahmat dan kasih sayangnya yang paling sempurna;amat mencintai hamba-hambanya,melebihi cintanya seorang hamba kepada dirinya sendiri.
Mengapa Allah begitu Marah ketika disekutukan ?.....jawabanya karena mereka telah berbuat Dzolim kepada Allah.Mereka tinggal dibumi Allah,mereka makan dari Rezeki Allah;mereka hidup dengan nikmat-nikmat Allah dengan segala fasilitas-fasilitas yang mereka butuhkan.Semua itu datangnya dari Allah Azza wajalla.Malah mereka justru beribadah meminta kepada yang tidak memiliki menciptakan apapun,walaupun hanya seekor lalat.???????'HERAN
Sumber:Bulettin Al-Atsariyyah Edisi 105 tahun 2

FATWA ULAMA

Selasa, 07 April 2009

Fatwa Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani
Tentang Pemilu

Tanya: Sehubungan dengan Pemilu untuk memilih presiden yang sebentar lagi akan diadakan di Indonesia, dimana Majelis Ulama Indonesia mewajibkan masyarakat Indonesia untuk memilih dan mengharamkan golput, bagaimana sikap kaum muslimin dalam menghadapi masalah ini?


Syaikh Abdul Malik: Segala puji bagi Allah, serta salawat, salam dan keberkahan semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang setia mengikuti jalannya, amma ba’du:

Saat ini mayoritas negara-negara Islam menghadapi cobaan (berat) dalam memilih pemimpin (kepala negara) mereka melalui cara pemilihan umum, yang ini merupakan (penerapan) sistem demokrasi yang sudah dikenal. Padahal terdapat perbedaan yang sangat jauh antara sistem demokrasi dan (syariat) Islam (dalam memilih pemimpin), yang ini dijelaskan oleh banyak ulama (ahlus sunnah wal jama’ah). Untuk penjelasan masalah ini, saudara-saudaraku (sesama ahlus sunnah) bisa merujuk kepada sebuah kitab ringkas yang ditulis oleh seorang ulama besar dan mulia, yaitu kitab “al-’Adlu fil Islaam wa laisa fi dimokratiyyah al maz’uumah” (Keadilan yang hakiki ada pada syariat Islam dan bukan pada sistem demokrasi yang dielu-elukan), tulisan guru kami syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-’Abbaad al-Badr –semoga Allah menjaga beliau dan memanjangkan umur beliau dalam ketaatan kepada-Nya –.

‘Ala kulli hal, pemilihan umum dalam sistem demokrasi telah diketahui, yaitu dilakukan dengan cara seorang muslim atau kafir memilih seseorang atau beberapa orang tertentu (sebagai calon presiden). Semua perempuan dan laki-laki juga ikut memilih, tanpa mempertimbangkan/membedakan orang yang banyak berbuat maksiat atau orang shaleh yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semua ini (jelas) merupakan pelanggaran terhadap (syariat) Islam. Sesungguhnya para sahabat yang membai’at (memilih) Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu (sebagai khalifah/pemimpin kaum muslimin sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) di saqiifah (ruangan besar beratap tempat pertemuan) milik (suku) Bani Saa’idah, tidak ada seorang perempuan pun yang ikut serta dalam pemilihan tersebut. Karena urusan siyasah (politik) tidak sesuai dengan tabiat (fitrah) kaum perempuan, sehingga mereka tidak boleh ikut berkecimpung di dalamnya. Dan ini termasuk pelanggaran (syariat Islam), padahal Allah Ta’ala berfirman:

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى

“Dan laki-laki tidaklah seperti perempuan.” (Qs. Ali ‘Imraan: 36)

Maka bagaimana kalian (wahai para penganut sistem demorasi) menyamakan antara laki-laki dan perempuan, padahal Allah yang menciptakan dua jenis manusia ini membedakan antara keduanya?! Allah Ta’ala berfirman:

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ

“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.” (Qs. al-Qashash: 68)

Di sisi lain Allah Ta’ala berfirman:

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ

“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir). Mengapa kamu (berbuat demikian); bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (Qs. al-Qalam: 35 - 36)

Sementara kalian (wahai para penganut sistem demokrasi) menyamakan antara orang muslim dan orang kafir?! Maka ini tidak mungkin untuk…(kalimat yang kurang jelas). Masalah ini (butuh) penjelasan yang panjang lebar.

Akan tetapi (bersamaan dengan itu), sebagian dari para ulama zaman sekarang berpendapat bolehnya ikut serta dalam pemilihan umum dalam rangka untuk memperkecil kerusakan (dalam keadaan terpaksa). Meskipun mereka mengatakan bahwa (hukum) asal (ikut dalam pemilihan umum) adalah tidak boleh (haram). Mereka mengatakan: Kalau seandainya semua orang diharuskan ikut serta dalam pemilu, maka apakah anda ikut memilih atau tidak? Mereka berkata: anda ikut memilih dan pilihlah orang yang paling sedikit keburukannya di antara mereka (para kandidat yang ada). Karena umumnya mereka yang akan dipilih adalah orang-orang yang memasukkkan (mencalonkan) diri mereka dalam pemilihan tersebut. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah radhiallahu ‘anhu:

“Janganlah engkau (berambisi) mencari kepemimpinan, karena sesungguhnya hal itu adalah kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat nanti.” (Gabungan dua hadits shahih riwayat imam al-Bukhari (no. 6248) dan Muslim (no. 1652), dan riwayat Muslim (no. 1825))

Maka orang yang terpilih dalam pemilu adalah orang yang (berambisi) mencari kepemimpinan, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang (berambisi) mencari kepemimpinan maka dia akan diserahkan kepada dirinya sendiri (tidak ditolong oleh Allah dalam menjalankan kepemimpinannya).” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain, dinyatakan lemah oleh syaikh al-Albani dalam “adh-Dha’iifah” (no. 1154). Lafazh hadits yang shahih Riwayat al-Bukhari dan Muslim: “Jika engkau menjadi pemimpin karena (berambisi) mencarinya maka engkau akan diserahkan kepadanya (tidak akan ditolong oleh Allah).”

Allah akan meninggalkannya (tidak menolongnya), dan barangsiapa yang diserahkan kepada dirinya sendiri maka berarti dia telah diserahkan kepada kelemahan, ketidakmampuan dan kesia-siaan, sebagaimana yang dinyatakan oleh salah seorang ulama salaf – semoga Allah meridhai mereka–.

‘Ala kulli hal, mereka berpendapat seperti ini dalam rangka menghindari atau memperkecil kerusakan (yang lebih besar). Ini kalau keadaannya memaksa kita terjeremus ke dalam dua keburukan (jika kita tidak memilih). Adapun jika ada dua orang calon (pemimpin yang baik), maka kita memilih yang paling berhak di antara keduanya.

Akan tetapi jika seseorang tidak mengatahui siapa yang lebih baik (agamanya) di antara para kandidat yang ada, maka bagaimana mungkin kita mewajibkan dia untuk memilih, padahal dia sendiri mengatakan: aku tidak mengetahui siapa yang paling baik (agamanya) di antara mereka. Karena Allah Ta’ala berfirman:

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (Qs. al-Israa’: 36)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menipu/mengkhianati kami maka dia bukan termasuk golongan kami.” (HSR Muslim (no. 101)). Jika anda memilih orang yang anda tidak ketahui keadaannya maka ini adalah penipuan/pengkhianatan.

Demikian pula, jika ada seorang yang tidak merasa puas dengan kondisi pemilu (tidak memandang bolehnya ikut serta dalam pemilu) secara mutlak, baik dalam keadaan terpaksa maupun tidak, maka bagaimana mungkin kita mewajibkan dia melakukan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam?!

Maka ‘ala kulli hal, kita meyakini bahwa Allah Ta’ala Dialah yang memilih untuk umat ini pemimpin-pemimpin mereka. Kalau umat ini baik maka Allah akan memilih untuk mereka pemimpin-pemimpin yang baik pula, (sabaliknya) kalau mereka buruk maka Allah akan memilih untuk mereka pemimpin-pemimpin yang buruk pula. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضاً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (Qs. al-An’aam: 129)

Maka orang yang zhalim akan menjadi pemimpin bagi masyarakat yang zhalim, demikianlah keadaannya.

Kalau demikian, upayakanlah untuk menghilangkan kezhaliman dari umat ini, dengan mendidik mereka mengamalkan ajaran Islam (yang benar), agar Allah memberikan untuk kalian pemimpin yang kalian idam-idamkan, yaitu seorang pemimpin yang shaleh. Karena Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Dalam ayat ini) Allah tidak mengatakan “…sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada pemimpin-pemimpin mereka”, akan tetapi (yang Allah katakan): “…sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Aku telah menulis sebuah kitab tentang masalah ini, yang sebenarnya kitab ini khusus untuk para juru dakwah, yang mengajak (manusia) ke jalan Allah Ta’ala, yang aku beri judul “Kamaa takuunuu yuwallaa ‘alaikum” (sebagaimana keadaanmu maka begitupulalah keadaan orang yang menjadi pemimpinmu). Aku jelaskan dalam kitab ini bahwa watak para penguasa selalu berasal dari watak masyarakatnya, maka jika masyarakatnya (berwatak) baik penguasanya pun akan (berwatak) baik, dan sebaliknya.

Maka orang-orang yang menyangka bahwa (yang terpenting dalam) masalah ini adalah bersegera untuk merebut kekuasaan, sungguh mereka telah melakukan kesalahan yang fatal dalam hal ini, dan mereka tidak mungkin mencapai hasil apapun (dengan cara-cara seperti ini). Allah Ta’ala ketika melihat kerusakan pada Bani Israil disebabkan (perbuatan) Fir’aun, maka Allah membinasakan Fir’aun dan memberikan kepada Bani Israil apa yang mereka inginkan, dengan Allah menjadikan Nabi Musa ‘alaihissalam sebagai pemimpin mereka. (Akan tetapi) bersamaan dengan itu, kondisi (akhlak dan perbuatan) mereka tidak menjadi baik, sebagaimana yang Allah kisahkan dalam al-Qur’an. Mereka tidak menjadi baik meskipun pemimpin mereka adalah kaliimullah (orang yang langsung berbicara dengan Allah Ta’ala), yaitu Nabi Musa ‘alaihissalam, sebagaimana yang sudah kita ketahui. Bahkan sewaktu Allah berfirman (menghukum) sebagian dari Bani Israil:

كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ

“Jadilah kamu kera yang hina.” (Qs. al-Baqarah: 65)

Kejadian ini bukanlah di zaman kekuasaan Fir’aun. Akan tetapi hukuman Allah ini (menimpa) sebagian mereka (karena mereka melanggar perintah Allah) ketika mereka di bawah kepemimpinan Nabi Musa ‘alaihissalam dan para Nabi Bani Israil ‘alaihimussalam sepeninggal Nabi Musa ‘alaihissalam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi ‘alaihimussalam, setiap seorang Nabi wafat maka akan digantikan oleh Nabi berikutnya.” (HSR al-Bukhari dan Muslim)

Dan hanya Allah-lah yang mampu memberikan taufik (kepada manusia).

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Madinah Nabawiyyah, 15 Rabi’ul awal 1430 H / 11 Maret 2009 M

Download Ilmu Islam SHAHIH

Sabtu, 28 Maret 2009
DOWNLOAD ILMU ISLAM SHAHIH

MUQADDIMAH



Bismillahirrahmani Rahim
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Blog ini kami buat untuk kaum muslimin yang menginginkan kebenaran dalam islam
Semoga kita semua menjadi muslim yang hakiki dan mendapatkan ridho dari yang maha kuasa,Amin
Wassalam
ABD SALAM